MENCEGAH TERJADINYA KEKERASAN SEKSUAL DI LINGKUNGAN KAMPUS


Kampus, sebagai tempat yang seharusnya menjadi tempat berkembangnya ide, kreativitas, dan keamanan bagi para mahasiswa, sayangnya tidak selalu terhindar dari bayang-bayang kekerasan seksual. Fenomena yang seharusnya menjadi perhatian utama ini telah menyusup ke lingkungan kampus, mengganggu tidak hanya pendidikan, tetapi juga kehidupan sosial dan psikologis para mahasiswa.
Dalam banyak kasus, kekerasan seksual di kampus bukan hanya menjadi masalah individual, melainkan juga mencerminkan ketidakseimbangan kekuatan dan struktur sosial yang menguntungkan pihak tertentu sementara merugikan yang lainnya. Dari pelecehan verbal hingga tindakan fisik yang menghancurkan, setiap insiden kekerasan seksual merusak rasa percaya diri, merampas hak asasi, dan mengganggu perjalanan akademis mahasiswa.
Kekerasan seksual di perguruan tinggi seringkali dianggap tidak ada karena hanya akan mencoreng reputasi perguruan tinggi yang sudah dibangun dengan susah payah. Padahal, penting bagi perguruan tinggi untuk menjamin terpenuhinya Hak Asasi Manusia para sivitas akademik, salah satunya dengan memberikan edukasi dan informasi tentang kekerasan seksual, keadilan hukum, dan memastikan proses untuk melapor mudah diakses. Kerjasama Komnas Perempuan dengan Kementerian Agama RI yang terikat melalui nota kesepahaman tentang pengarusutamaan gender pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam menghasilkan daya yang mengejutkan. Terungkap 1011 kasus kekerasan seksual yang terjadi di 16 Perguruan Tinggi Keagamaan Islam di seluruh Indonesia (Komnas Perempuan, 2018). Angka ini melengkapi data kekerasan seksual yang berhasil dihimpun oleh tiga media yaitu Tirto, Vice, dan Jakarta Post yang mengungkap data sebanyak 174 kasus kekerasan seksual di 79 kampus dan 29 kota di Indonesia berdasarkan pada testimoni para korban.
Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan merendahkan martabat, agresif, atau negatif terhadap tubuh seseorang yang bertentangan dengan kehendak individu tersebut dan mengakibatkan hilangnya nyawa karena ketidakseimbangan hak dan kekuasaan (gender) yang diakibatkan oleh perbuatan tersebut,bentuk penderitaan, stres, dan kesulitan yang bersifat fisik dan non-fisik juga mempengaruhi budaya dan ekonomi politik seseorang. Kekerasan seksual bukan hanya kekerasan langsung, tetapi juga kekerasan tidak langsung.
Ada beberapa faktor yang berkontribusi terhadap peningkatan insiden kekerasan seksual, salah satunya adalah ketimpangan hubungan antara korban dan pelaku Diketahui bahwa hubungan antara pengajar dan mahasiswa dalam lingkungan kampus cenderung tidak seimbang, dimana pengajar pada posisi atasan dan mahasiswa pada posisi subordinat akibatnya, siswa yang tidak sejajar dengan instruktur merasa tidak berdaya dan lemah ketika dihadapkan pada perilaku tidak pantas yang dilakukan oleh beberapa instruktur banyak yang menggunakan waktunya selama sesi konseling, ujian, dan lain-lain untuk melakukan tindakan yang tidak pantas kepada siswanya guna memuaskan hasrat seksualnya.
Terdapat tiga faktor yang menjadi penyebab maraknya kekerasan seksual di kampus. Pertama, karena hubungan yang tidak seimbang antara korban dan pelaku, dimana dosen dianggap superior dan mahasiswa dianggap subordinat. Kedua, adanya potensi penyalahgunaan kekuasaan oleh dosen dan staf kampus,fakultas yang gagal menjaga integritas dapat menggunakan posisinya untuk melakukan tindakan yang berdampak dan dapat merugikan mahasiswa. Ketiga, berkaitan dengan janji-janji tertentu yang diberikan oleh pelaku kepada korban, dimana seorang dosen dapat menipu mahasiswanya dengan menunjukkan sosok yang penyayang untuk menutupi niat seksualnya. Salah satu jenis pelecehan seksual yang sering terjadi di kampus adalah quid pro quo, di mana pelaku memiliki kekuasaan untuk menundukkan korban (Suyanto, 2021).
Melalui pemahaman yang mendalam dan kolaboratif, diperlukan upaya untuk mengurangi kekerasan seksual di tempat kampus, termasuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya persetujuan dalam hubungan seksual, melindungi korban, dan memberikan pendidikan yang sesuai bagi siswa. kita diharapkan dapat menciptakan lingkungan kampus yang lebih aman, adil, dan terlindungi bagi setiap individu. Kampus yang seharusnya menjadi wadah pengembangan diri dan ilmu pengetahuan, bukanlah tempat bagi kekerasan seksual. Mari kita bersama-sama menjadikan kampus sebagai tempat yang bebas dari ancaman tersebut. Dan perlu adanya penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku kekerasan seksual agar dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku dan meminimalisir terjadinya kekerasan seksual di kampus.